Pentingnya asupan gizi 1000 hari pertama kehidupan ditemukan oleh David Barker, seorang dokter ahli jantung dari Inggris di tahun 80-an. Dalam risetnya ia menemukan hubungan yang aneh antara penderita penyakit jantung dan status sosial mereka. Selama ini diyakini, bahwa penyakit jantung hanya diderita oleh orang-orang kaya dan orang kita, karena terkait pola hidup yang santai, banyak makan manis, berlemak, dan kurang gerak.
Penelitian Barker membuktikan sebaliknya. Proporsi tertinggi penderita jantung justru terjadi di wilayah termiskin di Inggris dan Wales. Dengan membandingkan tingkat kesehatan 15000 orang dewasa dengan berat badan waktu mereka lahir, Barker menemukan keterkaitan antara berat badan bayi lahir rendah (BBLR) yaitu kurang dari 2500 gram dengan penyakit jantung di usia dewasa. BBLR adalah indikasi adanya gangguan proses tumbuh kembang janin dalam kandungan, di antaranya karena ibunya kurang gizi. Barker menemukan fakta bahwa penyakit jantung, kencing manis dan penyakit tidak menular lainnya, tidak hanya karena pola hidup saat ini, tetapi dapat merupakan bawaan sejak janin dalam kandungan.
Penelitian tentang dampak jangka panjang balita stunting dilakukan pertama kali di Guatemala, Amerika Tengah selama 44 tahun dari 1969-2007. Kesimpulannya, gizi baik melalui ibunya sejak dalam kandungan sampai minimal usia 2 tahun menentukan masa depan anak. Riset juga menyimpulkan anak stunting tidak dapat mencapai potensi genetiknya, baik fisik, intektual maupun ekonomi.
Penelitian Guetamala menyimpulkan bahwa anak stunting pada umumnya, lambat belajar, banyak yang putus sekolah, dan akhirnya waktu dewasa tidak dapat bersaing dan tidak produktif. WHO memperkirakan ada 167 Juta anak stunting di negara berkembang. Delapan juta (37 persen) di antaranya ada di Indonesia. Di ASEAN Indonesia adalah negara ke-6 terbanyak proporsi anak stuntingnya, di atas Thailand, Malaysia, Filipina dan Singapura.
Program pembangunan PBB (SDGs) (2015-2030) antara lain menetapkan agar negara berkembang dapat mengurangi jumlah anak pendek sebanyak 40 persen. Berarti untuk Indonesia balita yang pendek harus berkurang antara 1-2 persen tiap tahunnya. Untuk itu PBB mencanangkan program global mempercepat upaya-upaya perbaikan gizi masyarakat terutama untuk remaja perempuan dan masa 1000 HPK. Program itu dikenal dengan gerakan SUN (Scaling Up Nutrition).
Soekirman, Penulis adalah Ketua, Institut Gizi Indonesia (IGI) kwp
ConversionConversion EmoticonEmoticon